Pertempuran Tarakan terjadi pada tanggal 11-12 Januari 1942. Meskipun Tarakan hanya pulau berawa-rawa kecil di Kalimantan timur laut di Hindia Belanda, tetapi terdapat 700 sumur minyak, penyulingan minyak dan lapangan udara, yang merupakan tujuan utama Kekaisaran Jepang dalam Perang Pasifik.
Sebelum invasi dimulai, dilakukan penyerangan udara terhadap empat pesawat terbang pada 25 Desember 1941. Pada 28 Desember lima Brewster Bufallo Belanda menyergap delapan Mitsubishi A6M Jepang. Dua atau tiga Buffalo dan dua A6M tertembak jatuh. Seorang pilot Belanda dilaporkan hilang dan seorang lagi tewas. Sebuah pesawat terbang Belanda yang berada di lapangan terbang rusak akibat serangan ini.[1]
Kesatuan di bawah Laksamana Madya Hirose Sueto berangkat pada 7 dan 8 Januari dari Davao dan Jolo ke arah selatan menujut Kalimantan. Di dalamnya terdapat penabur ranjau, pemburu kapal selam, kapal pendarat cepat, dan 16 kapal angkut serta Resimen Tempur ke-56 dan Satuan Khusus Pendarat Angkatan Laut Kure ke-2. Untuk keamanan Armada Perusak ke-4 di bawah Laksamana Muda dan Divisi Perusak ke-2 dan ke-9 disiagakan. Dua kapal pengangkut pesawat terbang amfibi dan 23 pesawat tempur yang berpangkalan di Jolo dipersiapkan untuk memberikan bantuan udara.
Ketika Dornier Do 24 milik Belanda pada 10 Januari 1942 melihat kedatangan armada Jepang, komandan pulau Letnan Kolonel S. de Waal memerintahkan untuk menghancurkan ladang-ladang minyak yang ada.
20.000 tentara Jepang di bawah Mayor Jenderal Sakaguchi Shizuo mendarat di pantai timur Tarakan pada tanggal 11 Januari. Sebaliknya pasukan Belanda tidak banyak terkonsentrasi di pantai timur karena pantai barat dinilai lebih sesuai untuk pendaratan pasukan.
Pada akhirnya Jepang berhasil merebut Tarakan dalam dua hari[2] walaupun Belanda berusaha keras mempertahankannya. Lebih dari setengah pasukan Belanda gugur. Selama invasi kapal penyebar ranjau Prins van Oranje yang berpangkalan di sana berhasil ditenggelamkan ketika berusaha melarikan diri dari kepungan Jepang.
Sebelum invasi dimulai, dilakukan penyerangan udara terhadap empat pesawat terbang pada 25 Desember 1941. Pada 28 Desember lima Brewster Bufallo Belanda menyergap delapan Mitsubishi A6M Jepang. Dua atau tiga Buffalo dan dua A6M tertembak jatuh. Seorang pilot Belanda dilaporkan hilang dan seorang lagi tewas. Sebuah pesawat terbang Belanda yang berada di lapangan terbang rusak akibat serangan ini.[1]
Kesatuan di bawah Laksamana Madya Hirose Sueto berangkat pada 7 dan 8 Januari dari Davao dan Jolo ke arah selatan menujut Kalimantan. Di dalamnya terdapat penabur ranjau, pemburu kapal selam, kapal pendarat cepat, dan 16 kapal angkut serta Resimen Tempur ke-56 dan Satuan Khusus Pendarat Angkatan Laut Kure ke-2. Untuk keamanan Armada Perusak ke-4 di bawah Laksamana Muda dan Divisi Perusak ke-2 dan ke-9 disiagakan. Dua kapal pengangkut pesawat terbang amfibi dan 23 pesawat tempur yang berpangkalan di Jolo dipersiapkan untuk memberikan bantuan udara.
Ketika Dornier Do 24 milik Belanda pada 10 Januari 1942 melihat kedatangan armada Jepang, komandan pulau Letnan Kolonel S. de Waal memerintahkan untuk menghancurkan ladang-ladang minyak yang ada.
20.000 tentara Jepang di bawah Mayor Jenderal Sakaguchi Shizuo mendarat di pantai timur Tarakan pada tanggal 11 Januari. Sebaliknya pasukan Belanda tidak banyak terkonsentrasi di pantai timur karena pantai barat dinilai lebih sesuai untuk pendaratan pasukan.
Pada akhirnya Jepang berhasil merebut Tarakan dalam dua hari[2] walaupun Belanda berusaha keras mempertahankannya. Lebih dari setengah pasukan Belanda gugur. Selama invasi kapal penyebar ranjau Prins van Oranje yang berpangkalan di sana berhasil ditenggelamkan ketika berusaha melarikan diri dari kepungan Jepang.
Comments
Post a Comment